Metaverse menjadi pembahasan yang hangat dalam beberapa waktu terakhir. Tidak hanya di industri teknologi tetapi hampir setiap industri yang ada tidak ingin ketinggalan untuk terlibat dalam topik ini. Tidak sedikit perusahaan mengumumkan bahwa mereka resmi terjun ke metaverse. Misalnya dengan membangun gerai virtual atau melakukan aktivasi di sana. Sebut saja Microsoft dengan proyek pengembangan work-based metaverse environment serta Mesh dan Nike yang memutuskan untuk berinvestasi dengan menciptakan Nikeland di dalam Roblox.
Lalu, sebenarnya apakah Indonesia sudah siap untuk menghadapi perubahan yang terjadi di bidang teknologi dengan perkembangan metaverse ini?
Dengan situasi pandemi dan percepatan adopsi inovasi teknologi yang tinggi, Indonesia dinilai berpeluang besar dalam pengembangan metaverse. Namun, perlu disadari bahwa ada banyak hal yang perlu diperhatikan untuk mengadopsi teknologi ini. Mulai dari sumber daya yang kompeten, kepemilikan teknologi virtual reality (VR) dan augmented reality (AR), infrastruktur telekomunikasi, konektivitas internet, keamanan, serta berbagai elemen yang kompleks lainnya.
Banyak yang beranggapan, pembangunan metaverse di Indonesia membutuhkan waktu yang lama dan bertahap. Pembangunan tersebut kini telah diupayakan banyak pihak, utamanya pemerintah yang meyakini bahwa ada banyak peluang yang bisa digarap di metaverse. Mengenai hal ini, Presiden Joko Widodo mengungkapkan ia yakin metaverse mampu mengubah dunia cepat atau lambat. Karena, teknologi ini memiliki potensi besar yang akan membantu masyarakat dunia ketika saling berinteraksi, bekerja, belajar, menikmati hiburan, hingga berbelanja di dunia virtual secara interaktif.
Sebelum membahas hal ini lebih jauh, sebenarnya apa yang dimaksud dengan metaverse?
Topik ini menarik banyak perhatian, tidak hanya di Indonesia tapi secara global. Data yang dihimpun Google menemukan pengguna internet melakukan pencarian terkait kata kunci ini lebih dari lima juta kali per Januari 2022. Meski rasa penasaran publik begitu kuat, hingga kini belum ada pemahaman mengenai deskripsi metaverse yang diterima secara umum. Dalam glossary-nya, Gartner menjelaskan metaverse adalah ruang virtual 3D yang tercipta dari pertemuan antara realita fisik dan digital yang disempurnakan secara virtual.
Banyak yang mengatakan bahwa metaverse adalah inovasi lanjutan dari pemanfaatan internet. Metaverse mewakili penggabungan dan perluasan dari pemanfaatan teknologi digital seperti cryptocurrency, artificial intelligence (AI), AR, VR, dan masih banyak lagi. Meski akhir-akhir ini terus dibicarakan, nyatanya metaverse telah hadir sejak beberapa dekade lalu. Tetapi istilah ini masih sulit untuk dijelaskan definisinya. Tampaknya hal ini dikarenakan potensi metaverse yang masih berkembang dan akan terus diamati ke depannya.
Teknologi Penting Untuk Perkembangan Metaverse
Bicara soal cara kerja dari metaverse, ada dua inovasi teknologi yang dinilai mengambil peran penting dalam pengembangan serta pertumbuhannya. Mereka adalah virtual reality dan augmented reality.
Virtual reality (VR) merupakan simulasi 3D yang memungkinkan penggunanya berinteraksi dengan lingkungan virtual tetapi dapat merasakannya juga melalui indera. Pengalaman ini bisa dirasakan lewat pemanfaatan perangkat seperti kacamata VR sampai haptic yang memungkinkan pengguna mendapatkan sensasi nyata dari sentuhan, berkat teknologi stimulasi elektrik otot. Teknologi yang ditawarkan VR ini bersifat imersif dan sudah banyak dipraktikkan berbagai industri seperti gaming, ritel, pariwisata, hingga properti. Pada penerapannya di sektor properti, VR digunakan untuk membantu penjualan. Teknologi ini memungkinkan pembeli properti tidak perlu datang ke lokasi atau marketing gallery.
Sedangkan augmented reality (AR) menawarkan pengalaman yang mungkin tidak seimersif VR karena pengguna masih dapat berinteraksi dengan lingkungan dunia nyata. Contoh yang bisa diambil adalah pemanfaatan AR pada industri otomotif melalui head-up display system (HUD) pada mobil. Teknologi ini memungkinkan pengendara mencerna data digital sembari menyetir aman karena sepenuhnya bisa aware dengan sekitar.
Tantangan di Depan
Selain bicara mengenai peluang luas yang dimiliki metaverse, kita tidak bisa melewatkan bahwa bersamaan dengan itu ada pula tantangan yang perlu dihadapi. Salah satu tantangan fundamental yang harus dihadapi adalah menentukan definisi bentuk dan fungsi sebenarnya dari metaverse.
Yang terjadi saat ini, ketika bicara mengenai metaverse, perusahaan teknologi melibatkan VR dengan karakteristiknya yaitu dunia virtual tetap berjalan meski penggunanya tidak melakukan aktivitas di sana serta AR yang menggabungkan aspek digital dengan dunia fisik. Namun pada kasus yang satu ini, untuk bisa mengaksesnya, pengguna tidak selalu membutuhkan peralatan VR dan AR. Metaverse seperti ini adalah dunia virtual yang digagas oleh Epic Games melalui game Fortnite. Pengguna bisa mengakses metaverse melalui PC, konsol gim, hingga ponsel. Dengan konsep open world dan in-game currency, Fortnite mengajak pemainnya masuk ke dunia yang saling terhubung tanpa batas untuk pengalaman menarik dan imersif. Mereka bisa berkunjung ke museum, membeli in-game outfits, bahkan hadir ke sebuah konser.
Lalu, ketika pengguna melakukan beragam aktivitas di Fortnite ini sudah menunjukkan apa yang dimaksud dengan metaverse? Apakah dunia virtual ini sudah bisa dikatakan berjalan sebagai first life atau second life bagi pengguna teknologi?
Kita telah bicara mengenai sejumlah perangkat yang membantu pengguna teknologi untuk merasakan pengalaman metaverse. Beberapa di antaranya adalah biaya yang terbilang cukup tinggi. Hal ini berkaitan dengan harga perangkat yang bisa menyambungkan kita ke metaverse. Sebut saja seperti kacamata VR. Dan, seperti yang kita ketahui, harga dari perangkat tersebut tidaklah terjangkau bagi semua orang.
Tantangan berikutnya adalah keamanan siber dan perlindungan pengguna. Di era yang serba internet, persoalan keamanan data masih menjadi tantangan. Peraturan mengenai privasi untuk metaverse saat ini dinilai masih berisiko bagi bisnis dan penggunanya. Permasalahan lainnya yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia adalah infrastruktur yang hingga kini belum merata.
Jika metaverse memang menjadi target dari inovasi teknologi, maka masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dikerjakan untuk tahun-tahun mendatang. Mulai dari menentukan bentuk dan fungsi dari metaverse hingga investasi sumber daya dan teknologi yang mumpuni.